Kamis, 22 Juli 2010

Condet Riwayatmu kini



Slide Show

Salak condet manis rasanya, beli sekaranjang dibawa sado, memang adik cantik rupanya, tapi sayang jauh jodoh.

Masih banyak lagi pantun Betawi lain yang menyebut Condet dalam lariknya.Condet adalah sebuah kawasan yang berada di sebelah Timur Jakarta.Secara administratif berada di Kecamatan Kramat Jati yang terdiri dari tujuh kelurahan. Namun hanya empat yang biasa disebut kawasan Condet,yakni Cililitan, Batu Ampar, Bale Kambang, dan Kampung Gedong. Sampai akhir 80-an Condet adalah penghasil buah salak dan duku.



Budayawan dan pemerhati Betawi, Ridwan Saidi mengatakan, “Di daerah Condetlah negara Salakanegara berada.” Katanya ketika berbicara dalam berbagai seminar mengenai budaya Betawi. Salakanegara adalah kerajaan pertama yang berdiri di tanah Jawa pada tahun 130. Bahkan jika ditengok kebelakang, berdasarkan temuan arkeologis, daerah Condet telah dihuni manusia sejak jaman Neolitikhum (3000-3500 tahun lalu).
Ridwan kemudian mengaitkan dengan nama-nama bermakna sejarah di Condet seperti Batu Ampar yang berarti batu tempat meletakan sesaji dan Bale Kambang adalah pesanggrahan para raja. Konon, asal mula nama buah salak yang dulu menjadi komoditas unggulan Condet, pun berasal dari kata Salakanegara.

Haji Entong Gendut

Tidak ada data pasti sejak kapan atau bagaimana ceritanya Condet menjadi pemukiman orang Betawi. Namun daerah ini menyimpan sejarah menarik,salah satunya kisah Haji Ntong Gendut.
Haji Entong Gendut adalah Alim Ulama sekaligus pendekar yang disegani di Condet. Menurut Ran Ramelan dalam buku Condet Cagar Budaya Betawi, Haji Entong Gendut marah atas kesewenang-wenangan Kompeni dalam memungut pajak atau blasting kepada rakyat Condet. Akhirnya, pada 5 April 1916 Haji Entong Gendut memimpin pemuda-pemuda Condet menyerbu sebuah Gedung bernama Villa Novaatau Grooveld milik tuan tanah Belanda. Setelah berhasil memberi pelajaran kepada Kompeni, dimulailah babak heroik perlawanan masyarakat Condet pimpinan Haji Entong Gendut versus Kompeni.
Menurut cerita, Haji Entong Gendut akhirnya tewas ditembak Kompeni lalu mayatnya dibuang ke laut.
Karena Gedung (kini tinggal rangkanya) yang diserbu Haji Entong Gendut itu adalah adalah gedung satu-satunya dan terbesar di daerah Condet ketika itu, maka daerah itu disebut Kampung Gedong hingga sekarang.
Mayoritas warga Condet diisi orang Betawi Muslim, maka banyak juga warga Arab pendatang yang merasa cocok bermukim disini lalu berasimilasi. Dulu,terkenal dua sebutan untuk etnis Arab, Arab Condet dan Arab Pekojan.
Menurut Ridwan Saidi, kata Condet berasal kata Ci Ondet. Ci berarti air atau kali seperti nama kali lain, Ciliwung, Citarum, Cisadane dan sebagainya. Sementara Ondet atau Odeh adalah nama pohon sejenis buni.Konon di sepanjang aliran kali Ciliwung yang lewat kesana banyak ditemukan pohon Ondet, sehingga disebut Condet.

Condet kini

Pada tahun 1974, Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan Surat Keputusan nomorD.IV-115/e/3/1974 berisi penetapan kawasan condet seluas 18.228 hektar sebagai Cagar Budaya Betawi. Keputusan ini disambut gembira banyak pihak, termasuk warga Condet sendiri. Namun seiring jaman, pertumbuhan kawasan Condet sulit dikendalikan. Rumah-rumah modern, kios, bengkel,warung, restoran, toko, hingga mini market tumbuh berjamur. Kebun dan kawasan hijau berkurang drastis. Akibatnya, tidak terdengar lagi Condet sebagai penghasil duku dan salak.
Kabari sendiri bingung saat menyambangi kawasan ini, mana yang disebut cagar budayanya ya? Kawasan Condet hampir tidak berbeda dengan pemukiman-pemukiman lain. Padat dan hiruk pikuk. Penduduknya pun lebih banyak pendatang ketimbang orang Betawi asli. Untungnya, Kabari masih menemukan satu rumah Betawi asli yang usianya sudah ratusan tahun. Rumah ini milik Haji Abdul Salam atau Haji Endung di Condet Cililitan. Arsitektur rumah ini masih dipertahankan, bahkan lantainya pun masih terbuat dari ubin model‘jadul’ alias jaman dulu. Tebal dan kuat. Tiang-tiang penyangganya masih kokoh meski telah berusia ratusan tahun. Bapak Ilyas, menantu Haji Ndung yang menempati rumah ini mengatakan, “Pernah datang peneliti dari Bandung, dia bilang pintu-pintu dan kusen rumah ini usianya lebih dari seratus lima puluh tahun.” Katanya. Pemprov DKI juga berniat membeli rumah ini untuk dijadikan situs budaya, namun Haji Endung selalu menolak menjualnya.
Sebetulnya kritisnya kawasan ini sudah dideteksi pemprov DKI sejak bertahun-tahun lalu. Sesuai Peraturan Daerah No. 7 tahun 1991,setiap rumah yang dibangun dikawasan khusus seperti Condet, maka bentuk bangunannya harus sesuai dengan ciri khas kawasan.
Berhubung sudah terlanjur dan tidak mungkin membuat Cagar Budaya di lokasi yang sama,akhirnya Cagar Budaya Betawi dipindah ke Setu Babakan di Srengseng Sawah, Jagakarsa.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com